Entri Populer

Selasa, 16 Juni 2015

Ataxia ini mulai bersahabat dengan tubuhku

Muaak !!!! setiap kali aku mendengar denting jam yang menunjukkan kalau aku harus segera meminum obat ini, obat yang entah sampai kapan akan terus aku minum mungkin sampai penyakit ini telah lelah menggerogoti tubuhku yang semakin kurus. Sejak dua tahun yang lalu beberapa dokter memvonisku dengan penyakit yang sampai saat ini masih belum bisa aku terima – ataxia -, ini tahun ke tiga ataxia ini bermukim di tubuhku dan ini tahun ketiga juga aku tidak pernah absen untuk meminum obat ini.
“sayang, mulai sekarang kamu tak perlu lagi nge-kos supaya mama bisa terus mengontrol kondisi kamu nak” paksa mama dengan memelas.
“gak mah, kalau selly harus bolak – balik rumah ke kampus itu bakalan bikin selly nambah kecapean mah, belum lagi selly sudah memasuki semester akhir mah pasti selly bakalan lebih sering buat bimbingan ketemu dosen mah” pinta ku
“tapi saa. . .” belum selesai mama berbicara aku langsung memeluk mama
“mamah percaya yah sama selly, selly bisa kok buat ngejalaninnya. Selly janji bakalan selalu ngabarin mama setiap waktu, setiap akhir pekan selly juga bakalan pulang kok mah dan sekarang mama cukup do’ain selly aja”
Mama memelukku semakin erat saat aku tetap memaksa untuk tinggal di kosan dekat kampusku. Dengan terpaksa mama mengijinkan aku untuk tinggal di kosan, ya aku mengerti orang tua mana yang akan dengan senang hati mengijinkan anaknya berjauhan disaat keadaan buah hatinya sedang tidak dalam kondisi terbaiknya, belum lagi dengan penyakit yang sudah bermukim dua tahun lamanya ditubuh malaikat kecilnya, tapi aku tak ingin terus – menerus melihat mama bersedih saat sakit ini datang dengan tiba – tiba hingga membuat aku benar – benar tak berdaya, aku tak ingin melihat mama secara diam – diam mengusap air matanya tanpa aku ketahui, aku cuma ingin mama berhenti bersedih saat sakit ini menyerangku, paling tidak mama tidak lagi tahu aku sedang berjuang merasakan sakit ini yang bisa datang kapan saja.
Beruntungnya aku karena Tuhan mengirimkan dua sosok sahabat terpenting dari sisa – sisa hidupku, awal perkenalan kita tanpa disengaja tapi tentunya atas kesengajaan Tuhan yang mengirimkan mereka buat menjaga aku terlebih dengan sakit yang aku derita sekarang. Sore itu di depan perpustakaan kampus, aku melihat dua orang mahasiswa dengan penampilan yang sok keren tengah asik berdebat mengenai pertandingan liga champions malam tadi, sementara aku baru keluar perpustakaan dengan santai langsung nyletuk obrolan mereka sembari asik membolak – balikkan The Carpetcaggers-nya Harold Robbins. Sadar ada sosok wanita dengan t-shirt & jeans birunya itu sedang memperhatikan, mereka sontak tertegun. Aku cukup hafal apa yang ada didalam otak mereka, pasti mereka akan bilang bagaimana mungkin ada gadis dengan novel di tangan kanannya itu bisa mengerti tentang bola ?.
“hey, gw Joe” sambil mengulurkan tangan untuk menjabat tanganku
“gw Ari” dengan sigap menyingkirkan uluran tangan Joe yang belum sempat aku jabat
“hahaaa kalian ini kenapa sih, mau salaman aja nyampe berebut gitu” tawaku penuh dengan kepuasan tersendiri yang berhasil membuat mereka semakin berdebat, lalu aku berlalu meninggalkan mereka.
Perpustakaan menjadi tempat favoritku setelah aku dibuat pusing dengan seabreg tugas, aku akan pergi ke tempat ini untuk sekedar merebahkan tubuhku dikursi sembari membaca novel menghadap ke jendela yang kebetulan dibuat taman dengan warna – warni bunga anggrek, dan entah kenapa sejak saat itu aku begitu mengagumi bunga yang mempunyai nama latin Orchidaceae itu. Siang ini perkuliahanku telah selesai, aku seperti biasa pergi ke perpustakaan untuk meminjam beberapa buku sebagai refrensi tugas dari dosen. Mungkin memang sudah ditakdirkan untuk bertemu lagi dengan dua “makhluk” itu hari ini, bahkan di perpustakaan saja yang biasanya selalu sepi pengunjung entah kenapa kali ini ramai dikunjungi oleh beberapa banyak mahasiswa yang ku perhatikan sejak dari tadi tengah sibuk dengan alat hitung di tangan kirinya. Kali ini aku masih tetap fokus mengerjakan tugasku, setelah mengambil beberapa refrensi dari cabinet sastra sampai akhirnya aku dikejutkan oleh dua sosok itu lagi.
“ssstttt.. ssstttt.. sssttt” terdengar seseorang dari samping bilik meja yang aku tempati yang kebetulan masih bisa terlihat oleh pembaca lain.
“kenapa ?” sahutku dengan sedikit berlalu karena aku tengah sibuk merampungkan cerpen baruku.
“luh cewe yang kemaren itu kan ?” Tanya sosok pria dengan sedikit kumis tipis dan lesung pipi itu
“iyah, ini gw” jawabku masih dengan mata menghadap monitor laptopku
“luh belom jawab pertanyan kita kemaren, siapa nama luh ?” terdengar suara dari bilik yang sama dengan suara yang sedikit cempreng, Joe. Aku masih diam sibuk dengan jemariku yang tak henti memainkan keyboard laptopku dan beberapa kali membetulkan kacamata minus ku.
“oh jadi nama luh Selly, anak sastra yah?” cletuk Ari.
Sontak mataku terbelalak melihat mereka, bagaimana bisa salah satu dari mereka tahu namaku ?
“sok tau luh!!” jawabku dengan penuh rasa kesal yang masih menyimpan tanda tanya dari mana mereka mengetahui namaku.
“udah, luh gak usah ngeles gitu, dari tadi gw merhatiin luh ngerjain tugas disitu luh tulis nama luh dan diliat dari tuh tugas, itu pasti tugasnya anak sastra” jawab Ari dengan penuh keyakinan. Sementara aku berlalu pergi meninggalkan mereka tanpa pernah menjawab pertanyaan mereka.
Keesokan paginya seperti biasa aku datang lebih awal untuk menyelesaikan beberapa tulisanku yang akan aku kirimkan untuk beberapa harian Warta Kota minggu ini, sebagai mahasiswi yang tinggal jauh dari orang tua aku memang berinisiatif sejak masuk kuliah untuk mengasah hobiku ini, sekedar untuk membeli beberapa buku dan beberapa novel. Sebenarnya mama melarangku untuk menjual tulisanku ke harian Koran itu dengan dalih mama lebih dari cukup bisa membiayai semua kebutuhanku tanpa aku harus rela membagi waktu istirahatku hanya untuk menyelesaikan tulisan yang akan aku muat. Tapi tetap saja aku akan merengek memeluk mama dan mengecup pipinya dengan keyakinan hobiku ini tak akan pernah mengganggu waktu belajarku, dan ini terbukti karena di semester pertamaku aku berhasil mendapatkan nilai terbaik di fakultas Sastra dan Budaya. Dan itu alasan yang cukup buat meyakinkan mama untuk aku tetap menulis di harian Warta Kota sampai sekarang.
Aku melihat dua sosok itu lagi tengah sibuk memainkan gadget mereka dan sesekali mereka akan melihat ke jalanan seperti sedang ada yang mereka tunggu tapi aku tak pernah berfikir kalau mereka sedang menungguiku.
“shiiittt, ngapain dua makhluk itu berdiri depan kelas gw ?” gumamku dalam batin.
Aku tetap berjalan dengan santai menuju kelas, karena memang ada beberapa deadline yang harus aku selesaikan hari ini sebelum jam makan siang. Tiba – tiba penglihatanku menjadi kabur pandanganku semakin buram bahkan aku tak mendengar suara sedikitpun dan akhirnya “buuuuuuggggggggg” aku pingsan dan cukup lama aku tak sadarkan diri.
“Sell, luh bangun donk sell” aku mendengar suara yang mirip dengan salah satu dari dua orang yang aku temui di perpustakaan. Sedikit membuka mata dan memastikan suara siapa yang sedang membisikkan “mantera” di telingaku. Dugaanku benar itu memang suara orang yang belakangan ini aku temui di perpustakaan kampus, Ari.
“gw dimana ?” tanyaku sambil melihat sekeliling ruangan yang memang kudapati banyak obat – obatan dan ada beberapa alat kesehatan.
“luh di klinik Sell, tadi pingsan terus kita yang bawa luh kesini. Gimana keadaan luh ? luh gak papa kan ?” jawab Ari dengan nada sedikit cemas.
“oh kalian yg bawa kesini, thanks yah. Gw gak papa ko. Kalian gak ada kuliah emang kok jam segini masih disini ?” ucapku supaya mereka bergegas meninggalkanku.
“hari ini kita gak ada kuliah Sell, kita sengaja ke kampus buat nyamperin luh soalnya luh belom jawab pertanyaan kita kemaren” gerutu Joe dengan nada yang sedikit kecewa karena sikap cuek aku terhadap mereka.
“sorry yah, buat sikap gw kemaren sama kalian. Gw selly” ku ulurkan tanganku pada mereka
“iya gak papa kok, kita juga tau luh pasti bukan cewe sembarangan yang bisa ngasih nama luh ke siapa aja kan” Ari membalas uluran tanganku dilanjutkan dengan uluran tangan Joe. Dari kejadian itu lah yang menyebabkan dua makhluk itu menjadi sahabat terbaikku sampai sekarang.
Awalnya aku tak begitu mengerti apa yang membuat tubuhku sering tiba – tiba jatuh tanpa sebab dan sering kehilangan keseimbangan, aku menganggapnya sebagai hal yang biasa saja mungkin karena aku sedang terlalu lelah dan aku akan kehilangan keseimbangan itu. Sampai akhirnya seorang sahabatku Joe memaksaku untuk memeriksakan kondisiku ke dokter, tentunya tanpa sepengetahuan orang tuaku karena aku berfikiran ini hanya kelelahan biasa yang wajar terjadi pada siapa saja yang bisa membuat seseorang kehilangan keseimbangan.
“gw gak mau tau, pokoknya luh mesti check segera Sell!!” bentak Joe saat aku tersadar dengan posisi aku telah berada di tempat tidurku.
“gw gak papa kok Joe” dengan nada yang masih terdengar lirih aku berusaha untuk meyakinkan sahabatku.
“Sell!! Ini bukan kali pertama luh jatuh di deket tangga kosan luh, ini udah kelewat sering gw ngliat luh jatuh, tolonglah Sell kali ini aja luh dengerin gw kalau luh emang nganggep gw sahabat luh. Gw gak mau terjadi apa – apa sama luh lagi, gw mau ini kejadian terakhir luh jatuh” paksa Joe
“tapi Joooo” ucapku sambil tetap meyakinkan kalau aku dalam keadaan baik – baik saja.
“pokoknya, besok gw sama Ari bakalan nganter luh check up selesai kuliah. Dan kali ini luh gak boleh bantah apa yang gw minta dan besok selesai kelas luh gak boleh kabur” ancam kedua sahabatku. Dan kali ini aku benar – benar tidak bisa untuk bilang tidak pada mereka. Mereka kembali ke rumah setelah memastikan keadaanku telah benar – benar baik.
Pukul satu siang perkuliahanku sudah selesai, dan harusnya aku segera bergegas dari kelas untuk bertemu dengan kedua sahabatku yang memang kemarin telah mengancamku untuk membawaku check up, tapi rasanya aku begitu takut bertemu mereka mendengarkan langkah kaki mereka saja sudah membuat aku berkecucuran keringat dingin, tidak seperti biasanya yang dengan santainya setelah keluar kelas pasti aku langsung mendatangi mereka bahkan sebelum dosen keluar kelas juga biasanya aku lebih dahulu “memporak – porandakan” mereka karena kebetulan kita berada di fakultas yang bersebrangan. Aku yang sejak masih duduk dibangku SMA memang menggemari dunia sastra Indonesia sementara Joe dan Ari mengambil ekonomi.
Aku berjalan lebih cepat dari biasanya untuk menghindari ajakan ke rumah sakit oleh sahabatku, dari kejauhan aku mendengar seseorang berlari mengejarku sambil memanggil – manggil namaku.
“Sell.. Sell.. Selly” Joe menepuk pundakku sambil mengatur nafasnya.
“luh gk lagi mau ngehindar dari kita kan? Kita kan udah janji bakalan nganter luh ke Rumah Sakit” ucap Joe
“eng. .engga kok siapa yg mau kabur sih orang gw laper mau ke kantin dulu” bantah aku mencari alasan.
“udah makannya tar aja dijalan, tuh Ari udah nunggu di parkiran. Cepetan!!” Joe menarik tanganku menuju parkiran mobil.
Perjalanan menuju rumah sakit kita masih bisa bercanda seperti biasa, dan tentunya dengan kejailan – kejailan mereka yang lebih banyak menghiburku karena sebenarnya dari tadi aku sedang berusaha melawan sakitku. Tiba di rumah sakit aku langsung bertemu dengan Dr. Gio (Ahli penyakit saraf dan saraf intervensi), sebelumnya Ari memang sudah menjadwalkan bertemu dengan Dr. Gio supaya aku tidak terlalu lama untuk mengantri.
Memasuki ruangan yang serba putih, melihat sosok pria dengan kacamata minusnya. Kakiku gemetaran saat melangkahkan kaki melihat senyum dari bibir tipisnya dengan lesung pipi yang begitu nyata bahkan saat menyapaku saja aku bisa melihat lesung pipi itu, matanya penuh ketulusan seorang dokter kepada pasiennya, usianya masih sangat muda sekitar 25 tahun.
“Selly yah ? silahkan duduk” sapanya dengan ramah yang aku rasakan tidak ada kemunafikan dari tatapannya.
“iyah dok, terimakasih” aku balik memberikan senyum terbaikku saat itu.
Setelah aku menceritakan semua keluhanku, kemudian dokter melakukan pemeriksaan fisikku dilanjutkan dengan CT-scan untuk membantu dokter menegakkan diagnose yang tepat dengan sakitku ini. Pemeriksaan selesai, aku sedikit tidak yakin kalau aku baik – baik saja, belum lagi sebelum melakukan pemeriksaan ini aku telah lebih dulu untuk browsing tentang gejala – gejala yang aku alami belakangan ini.
“Selly, hasilnya bisa diambil tiga hari lagi yah ? nanti bisa janjian langsung bertemu dengan saya” Dr. Gio berhasil membuyarkan lamunanku
“bbb. . baik dok, terimakasih yah dok sampai bertemu lagi” ku ulurkan tangan untuk salaman. Sementara Joe dan Ari masih setia menungguku di Ruang Tunggu.
“wooooyyyyy” aku sengaja mengagetkan mereka karena aku tidak ingin melihat ada kesedihan dimuka mereka walaupun aku juga belum tau sebenarnya penyakit apa didalam tubuhku.
“shiittt. . luh mah gak tau orang lagi tegang apa” gumam Joe
“gimana nyet hasilnya ? luh gak papa kan ?” tanya Ari
“iyeee gw gak papa kok, hasilnya bisa diambil tiga hari lagi. Sekarang gw laper dan kalian harus traktir gw makan karena gw udah ngrelain waktu gw buat dibawa kesini. Gak pake ngeles lagi pokoknya titik.” Aku sedikit memaksa mereka.
Ari berjalan menuju ke parkiran, sementara aku dan Joe menunggu di lobby rumah sakit. Sore itu kami memutuskan untuk makan di tempat favorit kami daerah cikini, memang sedikit lebih jauh dari kosanku yang berada di depok tapi aku tak pernah memikirkan jarak saat bersama kedua sahabatku karena aku yakin mereka akan menjagaku dan memastikan kalau aku aman saat bersama mereka.

Kata mutiara bijak tentang persahabatan dan arti sahabat sejati

Bersambung. . . . .


Jumat, 05 Juni 2015

Sesederhana ini bisa merasakan Jutaan Kebahagiaan

Pagi ini…
Aku melakukan aktifitasku seperti biasa : bangun tidur ku terus mandi  pagi, luangkan waktu sebentar buat membalas beberapa chat yang mampir di BBM dan WA ku. Lalu hening saat melihat pesan ber-isikan “bungsu pangkat (bungsu berangkat) ? ”. Iya itu pesan dari ibuku, sosok perempuan terindah yang dianugerahkan Tuhan sebagai malaikatku yang akan selalu membahagiakanku dan tentunya juga dengan aku yang akan selalu berusaha untuk membahagiakannya dengan caraku yang paling sempurna.
Aku masih belum membalas pesan dari beliau, karena aku berfikir akan segera menghubunginya nanti saat aku berpamitan untuk melakukan aktifitasku. Berjalan mengikuti gang yang lumayan sempit menuju tempat biasa aku menunggu angkutan umum. Tangan kananku mengambil ponsel dari saku celanaku, sementara tangan kiriku sibuk menggenggam buku karya Boy Candra yang baru saja sampai dua hari yang lalu.
Segera ku cari kontak perempuanku itu, lalu dengan cepat langsung tersambung dengan ibuku.
“assalamualaikum bu”
“waalaikumsalam sayang, lagi ngapain ? gimana kabar kamu nak?”
“lagi jalan bu, mau berangkat kerja. Alhamdulillah sehat semua sayangkuh, ibu gimana? Keluarga sehat semua kan bu ?”
“yaudah hati – hati yah bungsu, Alhamdulillah sehat semua. Semalem ditengokin sama mas mu toh ?”
“iyah bu, semalem mas kesini tapi ketemu sebentar”
Angkutan yang biasa aku naiki, telah menunggu di ujung jalan. Aku segera berpamitan untuk menutup telefon dan berangkat kerja.
Terimakasih Tuhan. .
Engkau menghadiahkan aku malaikat yang begitu sangat dekat walaupun dengan jarak sejauh apapun,
Perhatiannya untukku tidak pernah putus
Kasih sayangnya tidak pernah lelah untuk terus menyemangatiku
Pagi ini malaikatku menyapaku dengan sapaan mungkin sebagian orang itu terdengar biasa saja, tapi itu begitu sangat berarti apalagi dengan keadaanku yang seharian kemarin dibuat badmood oleh beberapa “jin” yang berbentuk manusia (begitu kata seorang yang aku ceritakan ke-badmood-an ku).
Sesederhana itu sih kebahagiaanku saat ini, saat mendengar suaranya yang tulus penuh kasih sayang tanpa ada sedikitpun kepura-puraan rasanya hati ini begitu tenang.
Beliau salah satu alasan yang paling menguatkan aku untuk bertahan sejauh ini
Beliau salah satu alasan yang membuatku untuk segera menjadi sarjana.
Tuhan. . .
Jika dengan aku cepat menjadi sarjana itu membuat kedua malaikatku tersenyum dengan bangga, izinkan aku untuk segera mengukir senyuman yang penuh kebanggaan itu
Jika dengan aku segera menyelesaikan semua tugas – tugasku itu sebagai tanda baktiku kepada kedua malaikatku, maka Ridhoi aku untuk dapat menyelesaikan semuanya untuk membahagiakan mereka.

Putri bungsumu yg selalu haus akan rapalan “mantera” ajaib itu
Jum’at, 04 Juni 2015 Pukul 11.16